!

Avatar

Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Trisula Pemulihan Pasdapandemi!

Artikel Halaman 12, Lampung Post Senin 27-09-2021
Trisula Pemulihan Pascapandemi!
H. Bambang Eka Wijaya

PRIORITAS pemulihan pascapandemi pemerintah pusat kesehatan dan ekonomi. Pemerintah Daerah sebaiknya fokus pemulihan pendidikan sehingga program pusat dan daerah di lapangan terpadu menjadi Trisula pemulihan panscapandemi; kesehatan, ekonomi, pendidikan. 
Pasalnya, sektor pendidikan--terutama pendidikan dasar dan menengah--juga babak belur diterjang pandemi.
Menurut laporan PBB, selama pandemi Covi-19 2020-2021, siswa di Indonesia kehilangan pengalaman masa belajar (learning lost) selama satu tahun. Ditambah learning lost sebelum pandemi dari masa belajar 12,4 tahun yang efektif belajar hanya 7,8 tahun, secara keseluruhan learning lost 5,6 tahun.
Hal itu mengakibatkan kemampuan siswa Indonesia rendah, baik dalam membaca, matematika dan sains jauh di bawah rata-rata siswa global. Hal itu terlihat dari hasil tes Programme for International Student Assessment (PISA) yang diumumkan 3 Desember 2019, siswa Indonesia meraih nilai membaca 371 dari rata-rata 79 negara 487, matematika 379 dari rata-rata 489, dan sains 396 dari rata-rata 489.
Bisa dibayangkan pancapandemi yang menambah learning lost siswa Indonesia selams satu tahun, bisa kian rendah kenampuan belajar siswa Indonesia.
Namun karena pendidikan dasar dan menengah dalam otonomi daeperah masuk di bawah kewenangan Pemerintah Daerah tingakat II dan ringkat I, maka lemahnya kemampuan belajar siswa tak lepas dari tanggung jawab Pemerintah Daerah.
Dalam hal ini, jika konten atau materi pelajaran merupakan kewenangan pusat, maka daerah bisa fokus pada pengelolaan sekolah, mengurus guru dan tenaga kependidikan, membina murid, mengontrol pengelolaan sekolah terutama kesehatan sekolah
Peran eksekutif dan legislatif daerah bagi kemajuan prndidikan di daerahnya cukup strategis. Karena berada di tangan elite daerah itu sendiirilah tergant6ng bakal jadi seperti apa peradaban di daerah itu, yang prosesnya terbentuk melalui pendidikan.
Contohnya, kalau elite daerah itu, eksekutif dan legialatif sepakat mengalokasikan dana pembangunan toilet sekolah yang bersih, kemudian setiap,tahun dianggarkan biaya pemeliharaan toilet, maka ke depan bisa diharapkan munculnya generasi maju yang  berperadaban besih dan sehat.
Jangan harapkan perbangunan kepribadian anak-anak daerah kita pada pejabat pusat yang bekerja untuk formalitas,jabatan, lazim lima tahun kemudian bubar bersama berakhitnya rezim. Jadi, lebih baik jika kita memberi perhatian terbaik buat anak-anak daerah kita. ***




Selanjutnya.....

Krisis Learning Lost RI Makin Parah!

Artikel Halaman 12, Lampungll Post Rabu 22-09-2021
Krisis 'Learning Lost' RI Makin Parah!
H. Bambang Eka Wijaya

KRISIS kehilangan pengalaman masa belajar (learning lost) pada siswa di Indonesia semakin parah akibat pandemi Covid-19. Hasil penelitian PBB mencatat, sampai Juni 2021 learning lost itu 10 bulan, jika dilanjutkan hingga Agustus menjadi genap satu tahun.
Kehilangan pengalaman masa belajar genap satu tahun di masa pandemi memperparah dampaknya berupa 'learning loss' atau kemampuan belajar siswa yang rendah.
Sebab, menurut PBB, sejak sebelum pandemi Indonesia telah mengalami learning lost, dari 12,4 tahun masa belajar, pengalaman masa belajar yang efektif hanya 7,8 tahun. Berarti sebelum pandemi sudah kehilangan pengalaman masa belajar 4,6 tahun, ditambah satu tahun selama pandemi menjadi 5,6 tahun.
Rendahnya kemampuan belajar (learning loss) sebelum pandemi tercermin pada hasil penelitian Programme for International Student Assessment (PISA) yang diumumkan 3 Desember 2019. Kemampuan belajar siswa Indonesia berada jauh di bawah rata-rata 79 negara, yakni skor membaca siswa Indonesia 371 rata-rata 79 negara 487, matematika 379 rata-rata 489, dan Sains 396 rata-tata 489.
Skor PISA siswa Indonesia 2019 itu merosot dari 2015, yakni 397, 386 dan 403. Terlihat, dampak learning loss yang memburuk, dan bisa tambah parah dengan learning lost selama pandemi.
Rendahnya kemampuan belajar siswa akibat learning lost punya dampak jangka pendek dan jangka panjang, yang perlu mitigasi mengatasinya.
Dampak jangka pendek paling serius adalah kesulitan anak mengikuti pelajaran baru akibat lonjakan kelas yang diperolehnya selama libur panjang. Awal libur kelas dua, Juni 2020 naik kelas tiga, Juni 2021 naik kelas lagi, September 2021 masuk kelas empat.
Lompatan mata pelajaran dari kelas dua ke kelas empat itu perlu mitigasi, menjalani ringkasan proses agar siswa tidak terlalu bingung tiba-tiba mendapat pelajaran jauh dari pekembangan kognisinya. Tanpa proses mitigasi yang baik, proses pembelajaran yang dipaksakan bisa mengganggu tumbuh kembakng jiwa anak (menderita tekanan psikososial berkepanjangan).
Dampak jangka panjang rendahnya kemampuan belajar membuat siswa sukar mencapai kompetensi dalam pendidikan. Dengan kompetensi menjadi syarat mendapatkan pekerjaan di masa depan, maka siswa tersebut kelak sukar nendapatkan pekerjaan.
Namun karena learning lost merupakan kejadian yang dialami kebanyakan siswa di Tanah Air, maka harus dicegah dengan sungguh-sungguh learning lost ini tidak bablas jadi generation lost. ***






Selanjutnya.....

Rrstoratif, Bukan Sekadar Pencitraan!

Artikel Halamsn 12, Lampung Post Selasa 21-09-2021
Restoratif, Bukan Sekadar Pencitraan!
H. Bambang Eka Wijaya

UNDANGAN ke Istana dari Presiden Jokowi kepada Suroto, pembentang poster saat kunjungan Presiden ke Blitar, diharapkan sebagai awal langkah restoratif mengakhiri gejala represif yang meresahkan masyarakat, bukan sekadar pencitraan.
Langkah restoratif mengoreksi kemungkinan adanya kesalahan--dalam tindakan pemerintah yang cendering represif membungkam masyarakat yang takut dikriminalisasi dengan UU ITE jika menyampaikan aspirasinya--hingga rakyat nekat mengambil risiko ditangkap polisi menyampaikan aspirasi dengan membentang poster saat Presiden melintas.
Restorasi itu kembali ke konsep awal. Seperti Restorasi Borobudur, membangun kembali puing-puing Borobudur yang beserakan sesuai cetak biru awalnya. Kritik berasas restorasi bersifat puritan, berusaha kembali bahkan memurnikan sesuai konsep awal--cetak birunya.
Jadi langkah restoratif mengoreksi kecenderungan represif, kembali ke konsep awal demokrasi dengan terbukanya dialog yang setara antara elite dan massa, tanpa tekanan superioritas di salah satu pihak. Lewat dialog itu disusun kembali ke konsep awal puing-puing penderitaan rakyat yang berserakan akibat represi.
Bayangkan, derita peternak unggas di Jatim sudah cukup lama, puncaknya Januari 2021 ketika peternak Magetan membuang telur ayam ke jalan raya. Tapi semua instansi terkait yang dihubungi Suroto, tak satu pun yang peduli hingga ia diundang Jokowi ke Istana.
Dengan demikian selain semangat korektif menjadi inti atau hakikat langkah restoratif, dialog menjadi sarana demokrasi pilihan Jokowi dalam masyarakat terbuka (the open society).
Langkah restoratif yang berjiwa korektif dalam demokrasi the open society Karl Popper, bernafaskan falsifikasi, pengakuan bahwa manusia makhluk yang diniscayakan bisa salah, sehingga apa pun karyanya baik sains maupun lainnya harus bisa dibuktikan salah. Yang tak bisa dibuktikan salah itu dogma agama dan ideologi.
Maksudnya, dengan langkah restoratif dalam demokrasi masyarakat terbuka, semua pihak harus siap saling mengoreksi dan dikoreksi, sesuai prinsip falsifikasi bahwa manusia berkemungkinan salah. Dengan demikian kehidupan bernegara bangsa bisa selalu restoratif, yakni selalu terjaga dalam maknanya yang benar.
Dengan mengundang Suroto ke Istana bisa diasumsikan Jokowi sudah melangkah ke arah demokrasi masyarakat terbuka yang berporos pada dialog. Diharapkan seluruh jajaran pemerintah mendukung dengan mengganti gaya represif dengan restoratif. ***


Selanjutnya.....

Keniscayaan KKB Serang PON Papua!

Artikel Halaman 12, Lampung Post Senin 20-09-2021
Keniscayaan KKB Serang PON Papua!
H. Bambang Eka Wijaya

NENEK mengingatkan cucu, "Mendung gelap mau hujan, bawa motor jangan kencang!"
"Pesan Nenek terbalik," timpal cucu. "Mengejar agar jangan kehujanan justru harus lebih cepat jalan motornya."
"Itu ysng tak boleh!" tegas nenek. "Karena kalau semua orang buru-buru dan berlari kencang, rawan tabrakan."
"Oh," cucu paham. "Berarti pemerintah selama ini mengikuti pesan nenek itu, jalan pelan-pelan saja menghadapi aksi Kekuatan Kekerasan Bersenjata (KKB)di Papua." samhut cucu. "Tapi takut tabrakan dengan siapa?"
"Tabrakan dengan pengawas HAM Internasional," jawab nenek.
"Justru KKB sendiri yang merusak HAM di Papua!" entak cucu. "Sudah jelas itu, aksi mereka membunih warga sipil tak berdosa, tenaga kesehatan, guru, pekerja proyek. Tapi aparat mengejar mereka cuma pakai sangkur. Polisi dan tentara mengejar dari bawah bukit, KKB menunggu dari atas menembaki putra-putra terbaik bangsa yang dijadikan umpan peluru mereka."
"Pesan nenek untuk menghindari kecelakaan waktu hujan, bukan untuk melawan teroris," kilah nenek. "Kalau terhadap pemberontak teroris sadis itu, yang menurut Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar serangannya terhadap PON XX Papua sebuah keniscayaan, saran nenek justru kirim saja hujan ke sarang persembunyian mereka."
"Dikirim hujan gimana?" kejar cucu.
"Mengejarnya ke atas bukit atau hutan yang jauh dari pemukiman penduduk itu jangan pakai polisi atau tentara yang cuma jadi umpan peluru mereka," jelas nenek. "Hal terpenting, kerja intel akurat memastikan kordinat persembunyian gerombolan pemberontak itu. Lalu kirim hujan artileri di kawasan itu. Tiga kali hujan, bumi Papua bersih dari teroris.
"Dan generasi betikutnya takut nongol!" timpal cucu. "Cuma seperti kata Nenek tadi, pemerintah harus berani tabrakan dengan pengawas HAM internasional."
"Perlu dibuat cara yang soft tabrakannya!" jawab nenek. "Jangan dibuat mereka yang mengungkap hal itu post factum, setelah kejadian, tapi secara prefactum kita hujani dulu dengan cerita kebengisan dan kekejian KKB terhadap warga sipil, sehingga langkah eliminasi justru pilihan warga antarbsngsa."
"Masalahnya, apa kita punya orang yang mampu dan mumpuni menuntaskan tugas tersebut?" potong cucu.
"Itu lain soal lagi," timpal nenek. "Mencari orang yang mumpuni itu tidak mudah. Apalagi jadwal PON XX sudah amat dekat, 2 - 15 Oktober 2021. Jangan-jangan sampai PON lewat, dan entah apa yang terjadi, belum ketemu tokoh yang mumpuni." ***



Selanjutnya.....

Cuaca Ekstrem itu Pelajaran dari Alam!

Artikel Halaman 12, Lampung Post Jumat 17-09-2021
Cuaca Ekstrem Itu Pelajaran dari Alam!
H. Bambang Eka Wijaya

"NEK, kata teman kita sedang dapat kutukan," cucu berbisik. "Setelah pandemi satu setengah tahun lebih yang menewaskan kebih 130 ribu orang, bencana alam beruntun setiap hari. Kebakaran dengan banyak korban jiwa, kapal nelayan tenggelam, badai, banjir meluas."
"Banyak kejadian itu akibat cuaca ekstrem, memang beruntun seperti kutukan," jelas nenek. "Cuaca ekstrem itu pelajaran dari alam sebagai balasan apa yang telah dilakukan oleh manusia. Hukum alam itu berputar pada poros sebab-akibat, setiap kejadian adalah akibat dari suatu penyebab."
"Kalau cuaca ekstrem itu akibat, seperti orang kebanyakan makan sambal hingga perut jadi mules?" kejar cucu.
"Tepat!" jawab nenek. "Cuaca ekstrem akibat manusia merusak alam, sehingga proses penyerapan air hujan ke atmosfir tidak melalui proses asimilasi dedaunan hutan, tapi langsung sehingga jumlah air di atmosfir berlebihan dan menghasilkan curah hujan yang ekstrem. Itu satu hal."
"Hal lainnya?" kejar cucu.
"Kedua, manusia mengirimkan karbon dioksida bahan bakat fosil ke atmorfer dari puluhan juta knalpot mobil dan motor, serta cerobong pabrik dan PLTU mengakibatkan efek rumah kaca di atmosfir hingga terjadi pemanasan global!" jelas nenek. "Jadi cuaca ekstrem itu paduan kebiasaan buruk manusia merusak alam, da mengirim sebanyak mungkin karbon bahan bakar fosil ke atmosfir."
"Berarti cuaca ekstrem bisa diatasi dong, Nek?" tukas cucu. "Dengan merehanilitasi kerusakan alam dan lingkungan, serta mengganti bahan bakar fosil dengan bahan bakar ramah lingkungan maupun mengganti penggerak dan pembangkit dengan energi baru terbarukan."
"Itu sih sudah menjadi kesepakatan dunia!" tegas nenek. "Cuma pelaksanaannya yang repot. Paling menonjol cuma dalam bentuk retorika. Tapi implementasinya tidak mudah. Contohnya kita sendiri, Indonesia, program membangun pembangkit 35 ribu MW sedang berjalan dengan PLTU Jawa 9 dan Jawa 10 di Cilegon masing-masing 1.000 MW."
"Bah! Kalau sudah tahu punya dampak cuaca ekstrem yang sudah disepakati dunia harus dieliminasi, kenapa tidak dialihkan untuk nembangun pembangkit energj baru terbarukan (EBT)?" tukas cucu.
"Susah mengubah persetujuan pemodalnya dari luar negeri" jelas nenek. "Menurut pemerintah mungkin saat ini masih lebih pentung pembangkit listrik, soal cuaca ekstrem nanti belakangan diurus!"
"Maksudnya pemimpin masa berikutnya yang mengurus, begitu?" timpal cucu. "Maka itu ogah tiga priode, karena repot membenahi kesalahan masa kini?" ***

Selanjutnya.....

Korupsi Lebih Sakit dari Operasi Bedah!

Artikel Halaman 12, Lampung Post  Kamis 16-09-2021
Korupsi Lebih Sakit dari Operasi Bedah!
H. Bambang Eka Wijaya

PASIEN di meja operasi pucat pasi ketika dokter masuk ruangan. "Ibu yang melahirkan dengan operasi caesar tidak kapok, di antara mereka hamil lagi," ujar dokter menenangkan pasiennya. "Operasi bedah sudah menjadi hal biasa, jadi tidak perlu takut berlebihan!"
"Karena ini operasi bedah pertama yang saya alami seumur hidup!" jawab pasien.
"Meski begitu tak perlu takut berlebihan," tegas dokter. "Saya saja melakukan operasi pembedahan pertama tidak ketakutan kok."
"Jadi ini operasi bedah dokter yang pertama?" kejar pasien menggigil tapi segera tak sadar akibat suntikan anastesi.
Beberapa hari setelah pulih dari operasi, kepada teman-teman yang menjenguknya ia berkata, "Menurut saya korupsi lebih sakit dari operasi bedah!"
"Masa iya?" temannya tercengang.
"Buktinya setelah lebih seminggu pulih, tak terasa lagi sakit bekas pembedahan," ujar pasien. "Sedangkan ketangkap korupsi, sakitnya bisa seumur hidup, dicap masyarakat sebagai koruptor."
"Tapi anggota DPR yang dalam sidang Tipikor disebut menyuap penyidik Rp3 miliar lebih kok tenang-tenang saja?" kejar teman.
"Siapa bilang?" entak teman lainnya. "Pasti anggota DPR yang disebut terlibat itu kelimpingan, berusaha mengamankan kedudukannya sebagai anggita Dewan! Jangan-jangan ini menjadi pengalaman pertama seumur hidup yang sakitnya tak pernah pulih seperti sediakala."
"Itu yang saya maksud korupsi lebih sakit dari dioperasi bedah!" tegas pasien. "Sakitnya harus ditanggung, bahkan sebagai aib, seumur hidup. Bukan ditanggung sendiri pula, tapi seluruh keluarga -- orang tua, istri, anak,  semua kena stigmanya."
"Masalah aib keluarga inilah yan semestinya membuat orang berpikir ulang berkali-kali untuk melakukan korupsi!" tegas teman. "Jangankan korupsi, fitnah atas tuduhan korupsi pun kemungkinannya harus dijauhkan!"
"Itu yang dimaksud dengan'Jauhkan atas kamu fitnah orang-orang keji di antara kamu, ketahuilah siksa Tuhan amat pedih!" timpal teman. "Untuk itu, orang-orang yang punya gelagat menjurus korupsi harus dijauhi. Jauhkan atas kamu! Jangan pula malah didekati apalagi ditemani, berpotensi menyeret ke fitnah."
"Betul! Lebih celaka lagi kalau tuduhan korupsi itu hanya fitnah yang direkayasa sempurna, sehingga korban fitnahnya tak bisa berkutik!" tukas pasien. "Diri masuk penjara, keluarga menanggung aibnya, padahal sebenarnya cuma fitnah. Karena itu, jauhkanlah diri dari segala hal yang mungkin bisa menjadi fitnah, lebih kejam dari pembunuhan!" ***



Selanjutnya.....

Tuyul Canggih Para pejabat Negara!

Artikel Halaman 12, Lampung Post Rabu 15-09-2021
Tuyul Canggih Para Pejabat Negara!
H. Bambang Eka Wijaya

"JELAS sekali itu!" entak nenek saat berita televisi yang ditontinnya menyebutkan, 70,8% pejabat negara di kementerian dan DPR selama pandemi kekayaannya bertambah rata-rata lebih dari Rp1 miliar.
"Apanya yang jelas, Nek?" kejar cucu.
"Jelas para pejabat itu pelihara tuyul!" tegas nenek. "Coba hitung, gaji pejabat itu Rp50 juta sebulan termasuk berbagai tunjangan, setahun maksimal Rp600 juta. Tidak dipakai pun gaji itu, ia makan numpang mertua, mestinya paling nambah segitu. Tapi ini hiduo mewah, kekayaannya bertambah dua kali gajinya, dari mana lagi kalau bukan tuyul."
"Tuyul itu zaman dahulu, Nek! Sejarang tak ada lagi!" sambut cucu.
"Justru sekarang lebih canggih tuyulnya," tegas nenek. "Tuyul zaman dulu mengambil recehan dari bawah kasur orang! Tuyul sekarang menguras kas negara, kas BUMN, kas Pemda, kas dinas instansi daerah!"
"Wauw! Dan semua itu sesuai dengan sistem dan prosedur, sisdur, ya Nek," timpal cucu.
"Itu dia," jawab nenek. "Sejak perencanaan membuat sistemnya sudah diatur agar jika terjadi silaf di sana-sini tidak bisa dituntut secara hukum. Maka itu, kalau justru di masa pandemi yang serba prihatin kekayaan para pejabat tambah berjibun, itu merupakan konsekuensi logis."
"Semua berlangsung di atas aturan yang belaku, tak ada pelanggaran hukum, Nek!" timpal cucu.
"Begitulah, segalanya dibuatkan aturannya dahulu, baru dijalankan. Sehingga, tidak melanggar hukum!" jelas nenek. "Contohnya honor pengarah pemulasaraan jenazah Covid-19 di Jember. Honor pengarah untuk setiap jenazah yang dimakamkan Rp100 ribu. Dalam bulan Juli saja terkimpul honor untuk seorang pengarah Rp70 juta. Di sana terdapat 4 orang pengarah."
"Bersih, tak ada pelanggaran hukum," sela cucu. "Semakin banyak yang mati, semakin besar honornya. Asyik nian pejabat negara!"
"Itu pun baru berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) yang dibuat oleh para pejabat itu sendiri untuk KPK," ujar nenek. "Kalau ditelusuri lebih jauh seperti Forbes menghitung kekayaan orang, dengan monetasi saham yang dimiliki, nilainya bisa berubah total."
"Memangnya ada apa, Nek?" tanya cucu.
"Para pejabat teras kita itu umumnya punya saham di perusahaan besar, seperti tambang batu bara," jelas nenek. "Bahkan saham prioritas yang nilainya bisa triliunan."
"Bangga dong kita Nek, pejabar negara kita kaya raya," tukas cucu.
"Berul, kita boleh berbangga punya pejabat kaya raya," tegas nenek. "Sedihnya, barisan rakyat melarat semakin panjang." ***







Selanjutnya.....